Konon
pada zaman dahulu di daerah Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat), tepatnya di
pedalaman benua Bantahan sebelah Timur Kota Sekura Ibukota Kecamatan Teluk
Keramat yang dihuni oleh Suku Dayak, telah terjadi peristiwa yang sangat
menakjubkan untuk diketahui dan menarik untuk dikaji, sehingga peristiwa itu
diangkat ke permukaan.
Menurut informasi orang bahwa di daerah tersebut terdapat sebuah kerajaan yang
kecil, letaknya tidak jauh dari Gunung Bawang yang berdampingan dengan Gunung
Ruai. Tidak jauh dari kedua gunung dimaksud terdapatlah sebuah gua yang bernama
“Gua Batu”, di dalamnya terdapat banyak aliran sungai kecil yang di dalamnya
terdapat banyak ikan dan gua tersebut dihuni oleh seorang kakek tua renta yang
boleh dikatakan sakti.
Cerita dimulai dengan seorang raja yang memerintah pada kerajaan di atas dan
mempunyai tujuh orang putri, raja itu tidak mempunyai istri lagi sejak
meninggalnya permaisuri atau ibu dari ketujuh orang putrinya. Di antara ketujuh
orang putri tersebut ada satu orang putri raja yang bungsu atau Si Bungsu. Si
Bungsu mempunyai budi pekerti yang baik, rajin, suka menolong dan taat pada
orang tua, oleh karena itu tidak heran sang ayah sangat menyayanginya. Lain
pula halnya dengan keenam kakak-kakaknya, perilakunya sangat berbeda jauh
dengan Si Bungsu, keenam kakaknya mempunyai hati yang jahat, iri hati, dengki,
suka membantah orang tua, dan malas bekerja. Setiap hari yang dikerjakannya
hanya bermain-main saja.
Dengan kedua latar belakang inilah, maka sang ayah (raja) menjadi pilih kasih
terhadap putri-putrinya. Hampir setiap hari keenam kakak Si Bungsu dimarah oleh
ayahnya, sedangkan Si Bungsu sangat dimanjakannya. Melihat perlakuan inilah
maka keenam kakak Si Bungsu menjadi dendam, bahkan benci terhadap adik
kandungnya sendiri, maka bila ayahnya tidak ada di tempat, sasaran sang kakak
adalah melampiaskan dendam kepada Si Bungsu dengan memukul habis-habisan tanpa
ada rasa kasihan sehingga tubuh Si Bungsu menjadi kebiru-biruan dan karena
takut dipukuli lagi Si Bungsu menjadi takut dengan kakaknya.
Untuk itu segala hal yang diperintahkan kakaknya mau tidak mau Si Bungsu harus
menurut seperti: mencuci pakaian kakaknya, membersihkan rumah dan halaman,
memasak, mencuci piring, bahkan yang paling mengerikan lagi, Si Bungsu biasa
disuruh untuk mendatangkan beberapa orang taruna muda untuk teman/menemani
kakaknya yang enam orang tadi. Semua pekerjaan hanya dikerjakan Si Bungsu
sendirian sementara ke enam orang kakaknya hanya bersenda gurau saja.
Sekali waktu pernah akibat perlakuan keenam kakaknya itu terhadap Si Bungsu
diketahui oleh sang raja (ayah) dengan melihat badan (tubuh) Si Bungsu yang
biru karena habis dipukul tetapi takut untuk mengatakan yang sebenarnya pada
sang ayah, dan bila sang ayah menanyakan peristiwa yang menimpa Si Bungsu
kepada keenam kakaknya maka keenam orang kakaknya tersebut membuat
alasan-alasan yang menjadikan sang ayah percaya seratus persen bahwa tidak
terjadi apa-apa. Salah satu yang dibuat alasan sang kakak adalah sebab badan Si
Bungsu biru karena Si Bungsu mencuri pepaya tetangga, kemudian ketahuan dan
dipukul oleh tetangga tersebut. Karena terlalu percayanya sang ayah terhadap
cerita dari sang kakak maka sang ayah tidak memperpanjang permasalahan
dimaksud.
Begitulah kehidupan Si Bungsu yang dialami bersama keenam kakaknya, meskipun
demikian Si Bungsu masih bersikap tidak menghadapi perlakuan keenam kakaknya,
kadang-kadang Si Bungsu menangis tersedu-sedu menyesali dirinya mengapa ibunya
begitu cepat meninggalkannya. sehingga ia tidak dapat memperoleh perlindungan.
Untuk perlindungan dari sang ayah boleh dikatakan masih sangat kurang. Karena
ayahnya sibuk dengan urusan kerajaan dan urusan pemerintahan.
Setelah mengalami hari-hari yang penuh kesengsaraan, maka pada suatu hari
berkumpullah seluruh penghuni istana untuk mendengarkan berita bahwa sang raja
akan berangkat ke kerajaan lain untuk lebih mempererat hubungan kekerabatan
diantara mereka selama satu bulan. Ketujuh anak (putrinya) tidak ketinggalan
untuk mendengarkan berita tentang kepergian ayahnya tersebut. Pada pertemuan
itu pulalah diumumkan bahwa kekuasaan sang raja selama satu bulan itu
dilimpahkan kepada Si Bungsu, yang penting bila sang raja tidak ada di tempat,
maka masalah-masalah yang berhubungan dengan kerajaan (pemerintahan) harus
mohon (minta) petunjuk terlebih dahulu dari Si Bungsu. Mendengar berita itu,
keenam kakaknya terkejut dan timbul niat masing-masing di dalam hati kakaknya
untuk melampiaskan rasa dengkinya, bila sang ayah sudah berangkat nanti. Serta
timbul dalam hati masing-masing kakaknya mengapa kepercayaan ayahnya
dilimpahkan kepada Si Bungsu bukan kepada mereka.
Para prajurit berdamping dalam keberangkatan sang raja sangat sibuk untuk
mempersiapkan segala sesuatunya. Maka pada keesokan harinya berangkatlah
pasukan sang raja dengan bendera dan kuda yang disaksikan oleh seluruh rakyat
kerajaan dan dilepas oleh ketujuh orang putrinya.
Keberangkatan sang ayah sudah berlangsung satu minggu yang lewat. Maka tibalah
saatnya yaitu saat-saat yang dinantikan oleh keenam kakaknya Si Bungsu untuk
melampiaskan nafsu jahatnya yaitu ingin memusnahkan Si Bungsu supaya jangan
tinggal bersama lagi dan bila perlu Si Bungsu harus dibunuh. Tanda-tanda ini diketahui
oleh Si Bungsu lewat mimpinya yang ingin dibunuh oleh kakanya pada waktu tidur
di malam hari.
Setelah mengadakan perundingan di antara keenam kakaknya dan rencanapun sudah
matang, maka pada suatu siang keenam kakak di bungsu tersebut memanggil Si
Bungsu, apakah yang dilakukannya?. Ternyata keenam kakanya mengajak Si Bungsu
untuk mencari ikan (menangguk) yang di dalam bahasa Melayu Sambas mencari ikan
dengan alat yang dinamakan tangguk yang dibuat dari rotan dan bentuknya seperti
bujur telur (oval). Karena sangat gembira bahwa kakaknya mau berteman lagi
dengannya, lalu Si Bungsu menerima ajakan tersebut. Padahal dalam ajakan
tersebut terselip sebuah balas dendam kakaknya terhadap Si Bungsu, tetapi Si
Bungsu tidak menduga hal itu sama sekali.
Tanpa berpikir panjang lagi maka berangkatlah ketujuh orang putri raja tersebut
pada siang itu, dengan masing-masing membawa tangguk dan sampailah mereka
bertujuh di tempat yang akan mereka tuju (lokasi menangguk), yaitu gua batu, Si
Bungsu disuruh masuk terlebih dahulu ke dalam gua, baru diikuti oleh keenam
kakaknya. Setelah mereka masuk, Si Bungsu disuruh berpisah dalam menangguk ikan
supaya mendapat lebih banyak dan ia tidak tahu bahwa ia tertinggal jauh dengan
kakak-kakanya.
Si Bungsu sudah berada lebih jauh ke dalam gua, sedangkan keenam kakaknya masih
saja berada di muka gua dan mendoakan supaya Si Bungsu tidak dapat menemukan
jejak untuk pulang nantinya. Keenam kakaknya tertawa terbahak-bahak sebab Si
Bungsu telah hilang dari penglihatan. Suasana gua yang gelap gulita membuat Si
Bungsu menjadi betul-betul kehabisan akal untuk mencari jalan keluar dari gua
itu. Tidak lama kemudian keenam kakaknya pulang dari gua batu menuju rumahnya
tanpa membawa Si Bungsu dan pada akhirnya Si Bungsu pun tersesat.
Merasa bahwa Si Bungsu telah dipermainkan oleh kakaknya tadi, maka tinggallah
ia seorang diri di dalam gua batu tersebut dan duduk bersimpuh di atas batu
pada aliran sungai dalam gua untuk meratapi nasibnya yang telah diperdayakan
oleh keenam kakaknya, Si Bungsu hanya dapat menangis siang dan malam sebab
tidak ada satupun makhluk yang dapat menolong dalam gua itu kecuali keadaan
yang gelap gulita serta ikan yang berenang kesana kemari.
Bagaimana nasib Si Bungsu? tanpa terasa Si Bungsu berada dalam gua itu sudah tujuh
hari tujuh malam lamanya, namun ia masih belum bisa untuk pulang, tepatnya pada
hari ketujuh Si Bungsu berada di dalam gua itu, tanpa disangka-sangka
terjadilah peristiwa yang sangat menakutkan di dalam gua batu itu, suara
gemuruh menggelegar-gelegar sepertinya ingin merobohkan gua batu tersebut, Si
Bungsu pun hanya bisa menangis dan menjerit-jerit untuk menahan rasa
ketakutannya, maka pada saat itu dengan disertai bunyi yang menggelegar
muncullah seorang kakek tua renta yang sakti dan berada tepat di hadapan Si
Bungsu, lalu Si Bungsu pun terkejut melihatnya, tak lama kemudian kakek itu
berkata,” Sedang apa kamu disini cucuku?”, lalu Si Bungsu pun menjawab,” Hamba
ditinggalkan oleh kakak-kakak hamba, kek!”, maka Si Bungsu pun menangis
ketakutan sehingga air matanya tidak berhenti keluar, tanpa diduga-duga pada
saat itu dengan kesaktian kakek tersebut titik-titik air mata Si Bungsu secara
perlahan-lahan berubah menjadi telur-telur putih yang besar dan banyak
jumlahnya, kemudian Si Bungsu pun telah diubah bentuknya oleh si kakek sakti
menjadi seekor burung yang indah bulu-bulunya. Si Bungsu masih bisa berbicara
seperti manusia pada saat itu, lalu kakek itu berkata lagi, “Cucuku aku akan
menolong kamu dari kesengsaraan yang menimpa hidupmu tapi dengan cara engkau
telah kuubah bentukmu menjadi seekor burung dan kamu akan aku beri nama Burung
Ruai, apabila aku telah hilang dari pandanganmu maka eramlah telur-telur itu
supaya jadi burung-burung sebagai temanmu!”. Kemudian secara spontanitas Si
Bungsu telah berubah menjadi seekor burung dengan menjawab pembicaraan kakek
sakti itu dengan jawaban kwek … kwek … kwek … kwek …. kwek, Bersamaan dengan
itu kakek sakti itu menghilang bersama asap dan burung ruai yang sangat banyak
jumlahnya dan pada saat itu pula burung-burung itu pergi meninggalkan gua dan
hidup di pohon depan tempat tinggal Si Bungsu dahulu, dengan bersuara kwek …
kwek …. kwek … kwek …. kwek, Mereka menyaksikan kakak-kakak Si Bungsu yang
dihukum oleh ayahnya karena telah membunuh Si Bungsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan berikan komentar